This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday 9 February 2017

Teori Pembelajaran Pendekatan Analisis Tugas dan Psikologi Humanistik

1. Teori Pembelajran Pendekatan Analisis Tugas
Pendekatan ini pada dasarnya adalah melakukan kajian terhadap jenis atau tipe-tipe belajar dan tugas-tugas yang dipersyaratkan. Melalui analisis tugas akan diperoleh pertunjukan- pertunjukan mengenai apa yang harus dipelajari siswa dan bagaimana siswa harus mempelajarinya. sehingga guru dapat menentukan apa yang harus diajarkan dan bagaimana ia mengajarkan tipe-tipe belajar juga diatur menurut gerak maju atau ada tingkatan-tingkatan (hierarki) sehingga memudahkan mengatur kondisi pembelajaran. Beberapa ahli yang mendukung pendekatan ini diantaranya adalah Gagne, Briggs, dan Glaser. Pada poin ini kami akan banyak menggunakan teori yang dikemukakan oleh Gagne.



2. Pandangan Gagne Tentang Belajar dan Pembelajaran
Robert M Gagne (1916) adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan pilihan tingkah laku terhadap psikologi belajar. Persyaratan belajarnya sering digunakan oleh ahli-ahli metodologi dan kurikulum, karena itu psikologi Gagne sering dipergunakan dengan perubahan tingkah laku dan kemampuan pendidikan dasar. Bagi Gagne tujuan psikologi adalah untuk menyelidiki kondisi dimana belajar itu terjadi dan melukiskan dalam syarat-syarat yang objektif. Jadi persyaratan belajarnya adalah bermacam-macam perlengkapan dari keadaan yang dapat diamati disekitarnya dan diperoleh apabila terjadi belajar.

Gagne menyadari bahwa ada beberapa masalah psikologi yang sangat penting bagi pendidikan yang tidak dapat dipecahkan dengan mempergunakan persyaratan belajarnya. Ia menyatakan banyak aspek interaksi pribadi diantara guru dan siswa terbatas pada penguasaan keterampilan dan ilmu pengetahuan yang merupakan ciri khas dari sisi kurikulum, sedangkan aspek motivasi, pendirian, sikap dan nilai terabaikan. Oleh karena itu dalam pengertian yang luas, motivasi sikap nilai dan lain-lain harus dipertimbangkan untuk dipelajari. 

3. Belajar Menurut Gagne
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatannya memperngaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari sebelumnya ia mengalami situasi dengan setelah mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar siswa dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S - R. S adalah situasi yang memberikan stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis diantaranya adalah hubungan diantara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf dimana terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar infividu dan respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari belajr bagi gagne adalah perkembangan kemampuan untuk perubahan sikapnya. 

4. Pendekatan Psikologi Humanistik
Gerakan munculnya psikologi humanistik disebabkan oleh semacam kesadaran bersama yang beranggapan bahwa pada dasarnya tidak ada teori psikologi yang berkemampuan menjelaskan manusia sebagai suatu totalitas dan yang sewajarnya memfungsikan manusia. Mereka berkeyakinan bahwa tiap individu pada dasarnya mempunyai kapasitas serta dorongan sendiri untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya. Beberapa ahli yang mendukung teori ini adalah Abraham H. Maslow, Carl R. Rogers, Charlotte Buhler, James F.T. Bugental, Arthur W Combs, dan banyak yang lainnya lagi. 

5. Implikasinya dalam pendidikan
Berbagai ahli psikologi humanistik telah meneliti implikasi pendidikan yang dapat diperoleh dari sudut pandangan mereka. Pandangan praktis diantarnaya menyokong gagasan bahwa "kita berbuat sebagaimana kita lakukan." Orientasi teori psikologi tersebut umumnya disebut existential, perceptual, interactional, phenomonological. Ada empat gambaran dasar prilaku manusia yakni: 

  1. Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan
  2. Tingkah laku yang ada, dapat dilaksanakan sekarang.
  3. Semua individu manusia di manapun memiliki dorongan dasar terhadap kesehatan dan aktualisasi
  4. Sebagian besar kelakuan inidividu adalah hasil dari konsepsinya sendiri


Makalah Pedagogika Tentang Pergaulan dan Pendidikan

PERGAULAN DAN PENDIDIKAN


 Sifat-sifat Pergaulan Pendidikan


Fenomena pendidikan (situasi pendidikan) berlangsung di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak. Namun sekalipun demikian, tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dengan anak mengandung situasi pendidikan, sehingga dengan demikian tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dengan anak dapat tergolong ke dalam pendidikan.
Perlu dipahami, di dalam pergaulan, tidak setiap tindakan atau pengaruh orang dewasa yang diberikan kepada anak adalah mendidik. Contoh: ”Pada saat ujian berlangsung, karena takut murid-muridnya tidak lulus, seorang guru (pengawas ujian) membiarkan murid-muridnya mencontek, bahkan guru tersebut memberitahu soal ujian kepada murid-muridnya”. Sekalipun dilakukan oleh guru dan berlangsung di sekolah, tetapi tindakan guru seperti itu jelas tidak mendidik.
Pendidikan yang dilakukan orang dewasa sebagai pendidik kepada anak diupayakan secara sengaja, maka dalam hal ini pendidik tentunya telah memiliki tujuan tertentu pula. Dari uraian di atas, dapat didefinisikan adanya enam unsur yang terlibat dalam pendidikan atau pergaulan pendidikan, yaitu:
1.    Tujuan pendidikan,
2.    Pendidik,
3.    Anak didik,
4.    Isi pendidikan,
5.    Alat pendidikan,
6.    Lingkungan pendidikan.
Dalam pergaulan pendidikan, pergaulan antara orang dewasa dengan anak akan dikatakan mendidik hanya jika tindakan atau pengaruh itu diberikan secara sengaja dan bersifat positif. Artinya, bahwa pengaruh itu secara disadari diciptakan atau diberikan oleh orang dewasa kepada anak; selain itu bahwa isi tindakan atau pengaruhnya itu bersifat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atau terarah kepada pencapaian kedewasaan. Sejalan dengan pernyataan ini M.J. Langeveld (1980:20-21) mengemukakan adanya dua sifat pergaulan dalam rangka pendidikan, yaitu:
a.       Bahwa dalam pergaulan orang berusaha mempengaruhi;
b.      Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti: sekolah, buku, peraturan, hidup sehari-hari dan sebagainya) yang ditujukan kepada anak agar mencapai kedewasaan.
Contoh pengaruh orang dewasa yang disengaja dan bersifat positif atau diarahkan kepada kedewasaan: “Pak guru selalu datang tepat waktu sesuai jadwal mengajar yang telah ditetapkan, dengan perbuatannya itu pak guru bermaksud memberikan teladanagar para siswanya berdisiplin dan menghargai waktu untuk digunakan sebaik-baiknya”.



Kemungkinan dan Sifat Perubahan Situasi Pergaulan Biasa menjadi Situasi Pendidikan


Situasi pergaulan biasa pada saat tertentu dapat diubah menjadi situasi pendidikan. Sebaliknya, pada saat tertentu pula situasi pendidikan dapat berubah menjadi situasi pergaulan biasa. “Pergaulan itu seakan-akan disediakan untuk memungkinkan munculnya gejala pendidikan dan …. yang setiap waktu pula bersedia ‘menyimpan kembali’ gejala pendidikan itu” (M.J. Langeveld, 1980:29).
Situasi pergaulan dewasa antara orang dewasa dengan anak dapat berubah atau diubah menjadi situasi pendidikan jika terpenuhinya dua sifat pergaulan pendidikan, yaitu jika orang dewasa secara sengaja mempengaruhi anak agar mencapai kedewasaan. Dalam pernyataan ini tersirat makna sebagai berikut: karena pengaruh itu diberikan secara sengaja (disadari), maka dalam situasi pendidikan seorang pendidik harus sudah mempunyai tujuan pendidikan tertentu; untuk mencapai tujuan tersebut pendidik memilihkan isi pendidikan (berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan/nilai-nilai) yang tepat bagi anak didiknya; adapun dalam rangka mempengaruhi anak, pendidik juga perlu menggunakan cara dan alat pendidikan. Implikasi dari itu maka tanggung jawab pendidikan berada pada pihak orang dewasa yang harus memberikan pengaruh positif kepada anak yang diarahkan kepada pencapaian kedewasaan.
Pada saat terpenuhinya kedua sifat diatas itulah situasi pergaulan biasa berubah menjadi situasi pendidikan, sehingga orang dewasa yang bergaul dengan anak berkedudukan sebagai pendidik, dan anak yang bergaul dengan orang dewasa berkedudukan sebagai anak didik. Sebaliknya, jika kedua sifat itu tidak terpenuhi, maka kedudukan orang dewasa tidak lagi sebagai pendidik, dan kedudukan anak pun tidak lagi sebagai anak didik. Dalam keadaan demikian situasi pergaulan pendidikan berubah kenbali menjadi situasi pergaulan biasa (bukan situasi pendidikan).

1.    Sifat yang harus dipenuhi dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi pergaulan pendidikan

Menurut M.J. Langeveld (1980:30-31) ada dua sifat yang harus diperhatikan apabila pendidik akan mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan, yaitu:
a.    Kewajaran (wajar)
b.    Ketegasan (tegas)

2.    Perlunya kewajaran dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan

Dalam keadaan tertentu, pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan hendaknya dilakukan secara wajar sehingga tidak tampak jelas dan tidak dirasakan kesengajaannya oleh anak didik, walaupun sesungguhnya pengubahan situasi pergaulan itu secara sengaja diciptakan oleh pendidik. Dalam keadaan seperti ini anak biasanya hampir tidak menyadari bahwa situasi pergaulan yang sedang berlangsung telah berubah menjadi situasi pendidikan, sehingga dengan demikiananak menerima pengaruh pendidik secara wajar pula.
Contoh: “Ketika pak Pulan dengan seorang anaknya yang berusia sebelas tahunsedang menyaksikan tayangan pertandingan sepak bola pada salah satu stasiun televisi, pada tayangan tersebut tiba-tiba terjadi peristiwa keributan dan saling pukul-memukul diantara pemain karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh salah seorang pemain lawan. Sampai akhirnya permainan dihentikan sementara oleh wasit (situasi pergaulan biasa/situasi rekreasi atau hiburan)”. Melihat kejadian itu, pak Pulan menyadari bahwa anaknya mesti mengetahui sesungguhnya peristiwa keributan dan terjadinyasaling memukul diantara pemaindalam pertandingan olah raga adalah suatu perbuatan yang tidak baik, sebab tidak terwujudnya prinsip sportivitas dan fair play yang harus dijunjung tinggi oleh setiap olahragawan atau atlit. Untuk itu pak Pulan berupaya mengubah situasi pergaulan biasa/situasi rekreasi atau hiburan itu menjadi situasi pergaulan pendidikan. Pak Pulan berupaya melakukannya dengan cara yang wajar, misal: dengan maksud agar anaknya mengetahui bahwa peristiwa keributan itu tidak baik dan agar tidak ditiru oleh anaknya, lalu pak Pulan menyatakan: “Aduh ….. ini peristiwa yang memalukan dalam persepakbolaan kita. Kapan persepakbolaan kita mau maju klau dipadukan dengan tinju? Terpancing dengan pernyataan pak Pulan, lalu anaknya bertanya dan selanjutnya terjadi dialog diantara mereka, sampai akhirnya anaknya mengerti dalam permainan olah raga ada aturan-aturan yang harus ditaati, tidak boleh bermain curang dan harus lapang dada menerima kekalahan, serta tidak sombong apabila memperoleh kemenangan (bermain dengan menjungjung tinggi prinsip sportivitas dan fair play)” (situasi pendidikan). Dalam konteks ini pengubahan situasi pergaulannya berlangsung wajar sehingga anaknya todak merasakan bahwa dirinya sedang dididik oleh bapaknya.
Pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan yang berlangsung secara wajar perlu dilakukan, sebab pengalaman membuktikan bahwa kesengajaan yang terlalu nyata biasanya dianggap oleh anak didik sebagai pelanggaran atas hak dan kebebasannya untuk menentukan sikapnya sendiri. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan anak didik memberikan perlawanan, proses atau menjauhkan diri (“menghindar”) dari pendidiknya. Contoh: setelah melihat peristiwa keributan dan saling pukul-memukul diantara pemain sepak bola seperti dalam contoh yang telah dideskripsikan di muka, lalu pak Pulan mengubah situasi pergaulan biasa/situasi rekreasi atau hiburan itu menjadi situasi pendidikan dengan cara yang berbeda dari cara yang relah dikemukakan di muka. Misal: tiba-tiba saja pak Pulan berdiri dan langsung mematikan pesawat televisinya. Lalu ia berkata: “Nak, duduk yang baik, perhatikan Bapak! Agar kamu tidak melakukan tindakan seperti yang terjadi dalam peristiwa pertandingan sepak bola tadi, Bapak ingin mengajarimu tentang  prinsip sportivitas dan fair play, dst”. (situasi pendidikan). Kita bisa membayangkan, anak yang sedang asyik nonton dan ingin mengertahui kelanjutan pertandingan sepak bola itu, tiba-tiba harus mendengar ceramah dari bapaknya. Barangkali saja ia menggarutu: Aah Bapak, …. lagi rame-ramemya nonton bola malah tv-nya dimatikan. Bahkan saking kecewanya, mungkin saja anak langsung pergi ngeloyor meninggalkan bapaknya.

3.    Perlunya ketegasan dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan

 Selain harus dilakukan secara wajar, dalam rangka mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan juga harus dilakukan secara tegas. Alasannya, bahwa sifat pengubahan situasi seperti ini akan memberikan kejelasan bagi anak apa yang positif atau negative, mana yang baik atau tidak baik, serta menyadari apa ynag boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Perlu diperhatikan, istilah tegas atau ketegasan dalam kalimat diatas bukan berarti keras atau kekerasan. Tegas disini maksudnya harus menunjukkan kejelasan perbedaan antara pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan perbuatan yang benar atau baik dengan yang salah atau tidak baik. Contoh: Ibu guru kelas 2 SD melihat salah seoranng siswanya bernama X mengambil karet penghapus milik temannya bernama Y tanpa izin untuk digunakan karena iaingin menghapus tulisannya yang salah. Anak pemilik karet penghapus karet penghapus (Y) tidak terima perlakuan temannya bernama X itu, maka terjadilah percekcokan diantara mereka. Dengan senyuman yang manis dan suara dengan nada yang lemah lembut, ibu guru berkata:”Sudahlah Nak jangan ribut. Ibu tahu X bersalah tidak minta ijin terlebih dulu kepada Y untuk meminjam karet penghapus. Tapi, Y juga mau kan meminjamkan karet penghapus kepada X? Baiklah, sekarang X minta maaf kepada Y, ayo kalian saling bermaafan, dan lanjutkan lagi belajarnya”. Dalam contoh ini, walaupun dengan cara wajar dan tidak dengan cara yang keras, ibu guru berupaya menunjukkan secara jelas bahwa perbuatan X salah atau tidak baik, tetapi tidak dengan cara-cara yang keras. Selain itu agar tidak terus terjadi percekcokan ibu guru pun berupaya mendamaikan kedua siswanya itu.

4.    Kepercayaan sebagai syarat tehnik pendidikan

Dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi paendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, berbagai hal baik dan berguna bagi anak didik ibaratnya “dimasukkan” ke dakam pergaulan oleh pendidik. Sebaliknya berbagai hal yang tidak baik, tidak berguna dan berbahaya bagi anak didik “dikeluarkan” oleh pendidik dari pergaulan tersebut. Dalam rangka itu semua, untuk mengetahui kapan harus “memasukkan” hal yang baik dan kapan harus “mengeluarkan” hal ynag tidak baik bagi pergaulan dengan anak, tentunya pendidik perlu “mengawasi” segala sesuatu yang terjadi dalam pergaulan. Adapun “pangawasan” ini hendaknya dilakukan secara wajar, agar pergaulan pun berlangsung secara wajar denngan hati terbuka dari kedua belah pihak.
Mengapa “pengawasan” itu perlu dilakukan secara wajar? Berkenaan dengan ini perlu dioaerhatikan, bahwa “pengawasan yang berlebihan” dari pendidik akan menngakibatkan anak didik melarikan diri dari sifat-sifat pergaulan yang dilaksanakan dengan hati terbuka. Ia mungkin menjadi orang yang suka  menyembunyikan isi hatinya, suka berbohong, dsb. Bahkan pula munngkin anak didik itu “mengunci” diri terhadap pendidik apabila “tekanan” yang ditimbulkan oleh pengawasan tersebut terlalu besar dirasakan anak didik.
Terjadinya hal di atas merupakan gejala bahwa anak didik merasa tidak aman karena ia merasa selalu “diawasi”, dan selalu khawatir segala perbuatannya akan disalahkan oleh pendidiknya. Anak didik akan merasa dirampas haknya untuk menentukan sikap dan perbuatannya sendiri. Selain itu, semua ini juga merupakan indikasi bahwa anak didik tidak lagi percaya bahwa pendidiknya adalah orang yang menyayanginya,orang yang baik, orang yang dapat memberikan perlindungan atau rasa aman, orang yang dapat memberikan bantuan, dsb. Sebaliknya, pendidik yang “mengawasi pergaulan secara tidak wajar atau berlebihan” pun menunjukkan ketidakpercayaan pendidik bahwa anak didiknya akan mampu berbuat baik atau mampu berdiri sendiri. Pendek kata, dalam pergaulan seperti ini tidak terdapat lagi kepercayaan ddari pendidik kepada anak didiknya  maupun dari anak didik kepada pendidiknya. Karena tidak adanya percaya memperccayai dari kedua belah pihak itulah maka pergaulan tersebut tidak kondusif untuk pendidikan, sehingga pendidikan tidak dapat berlangsung sesuai dengan harapan. Sehubungan dengan itu M.J. Langeveld (1980:30) menyatakan bahwa “perhubungan yang berdasarkan percaya mempercayai merupakan syarat tehnik bagi pendidikan”.

5.    Lingkungan pendidikan

Pergaulan dalam rangka pendidikan berlangsung di berbagai lingkungan. Secara umum, lingkungan pendidikan dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu:
a.    Lingkungan pendidikan informal (keluarga)
b.    Lingkungan pendidikan formal (sekolah)
c.    Lingkungan pendidikan nonformal (masyarakat)

C.       Sifat Pendidikan

Telah kita pahami bahwa pergaulan pendidikan itu harus memenuhi dua sifat, yaitu:
1.    Adanya tindakan/pengaruh yang disengaja dari pendidik kepada anak didik,
2.    Tindakan/pengaruh itu bersifat positif, artinya diarahkan agar anak mencapai kedewasaan.
Apabila kita kaji lebih teliti, di dalam pernyataan di atas terkandung makna bahwa tindakan/pengaruh yang diberikan pendidik kepada anak didik dapat dikategorikan sebagai pendidikan hanya apabila diupayakan secara disengaja dengan cara-cara yang tidak melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang diakui di dalam masyarakat, selain itu bahwa tindakan/pengaruh itu diarahkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui di dalam masyarakat. Siapapun (orang dewasa)  yang melakukan tindakan atau memberikan pengaruh kepada anak, tetapi apabila tindakan atau pengaruhnya itu melanggar norma dan bertentangan nilai-nilai yang baik yang diakui masyarakat (tidak mengarah kepada pencapai kedewasaan pada diri anak), maka perbuatan demikian tidak tergolong ke dalam pendidikan. Sebab itu, dinyatakan bahwa pendidikan bersifat normatif.

Pendidikan bersifat normatif, maka implikasinya bahwa bahwa tujuan, isi, cara dan alat pendidikan yang digunakan pendidik semuanya harus diarahkan untuk membimbing anak didik kepada hal-hal yang baik atau ke arah kedewasaan. Selain itu, bahwa dalam rangka bertindak di dalam pergaulan pendidikan, pendidik harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek pribadi anak didik. Apakah karakteristik anak didik berkenaan dengan keanakannya, minat, bakat, kemampuan, dsb. Pendidik juga  harus mempertimbangkan bahwa anak didik bukan hanya tumbuh dan berkembang sehingga memiliki kecenderungan untuk menjadi “besar”, melainkan juga “ketidakmampuan dan ketergantungannya” yang menuntut asuhan, bimbingan, pengajaran dsb. dari pendidik. Selain itu, pendidik pun harus sadar bahwa anak didik pada dasarnya memiliki kebebasan dan keinginan untuk menjadi dirinya sendiri. Semua itu benar-benar perlu diperhatikan, sebab “pergaulan yang tidak menghormati keanakan itu menunjukkan kekurangan dan ketidaksempurnaan pedagogis (M.J. Langeveld, 1980:34). Pergaulan pendidikan yang tujuan, isi, metode, dan alat pendidikannya tidak sesuai dengan kodrat, martabat dan nilai-nilai kemanusiaan tidak dapat disebut sebagai pendidikan.


KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah:
1.    fenomena pendidikan berlangsung didalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak;
2.    pendidikan datang dalam bentuk tindakan/pengaruh dari orang dewasa (sebagai pendidik)  kepada anak yang diberikan secara sengaja dan bersifat positif;
3.    Situasi pergaulan biasa dapat diubah menjadi situasi pendidikan dengan sifat yang wajar sehingga tidak tampak jelas dan tidak dirasakan kesengajaannya oleh anak didik; dan sifat yang tegas sehingga memberikan kejelasan bagi anak tentang apa yang positif atau negatif.

Thursday 12 January 2017

RPP Lengkap Kelas 3 SD Tema Hasil Bumi Subtema Pemanfaatan Hasil Bumi

RPP Lengkap Kelas 3 SD - Salam Waroeng Pendidik, kali ini saya akan berbagi bahan ajar kelas 3 SD. Untuk pembelajarannya bertema Hasil Bumi dengan Subtema Pemanfaatan Hasil Bumi. Pada Pembelajaran ini siswa diajak untuk melakukan 5 M yang diawali dengan mengamati dan di akhiri dengan mengkomunikasikan. Siswa di ajak untuk mengamati cerita tentang cara membuat sesuatu, setelah itu siswa di persilahkan untuk bertanya seputar isi dari cerita tersebut. Setelah itu siswa dikelompokkkan untuk mendiskusikan cara membuat sesuatu dengan cara bertukar pikiran dan berpendapat dalam kelompoknya sesuai dengan waktu yang telah di tentukan guru. Selanjutnya siswa akan mengkomunisasikan hasil diskusinya. Oh iya, dalam diskusi tersebut guru sesekali memberikan penjelasan berkaitan dengan materi matematikanya dengan strategi yang telah direncanakan. 


Dalam mengkomunikasikan hasil diskusinya, siswa dibimbing bagaimana cara berbicara di depan kelas dengan baik. Untuk mencairkan suasana, setiap kelompok harus membuat yel-yel kelompok atau kata-kata penyemangat yang harus di lantunkan setelah memperkenalkan kelompoknya kepada kelompok lain di depan kelas. 

Pada RPP Hasil Bumi ini juga telah di lemkapi dengan rangkuman bahan ajar dan Lembar evaluasi yang dapat dijadikan reverensi bagi sahabat pendidik dalam membuat RPP yang nantinya akan digunakan dalam mengajar atau tes peerteaching kalau melamar pekerjaan di Sekolah Swasta.
Untuk lebih jelasnya, sahabat pendidik dapat mendownload filenya dengan cara mengklik link di bawah ini.

Wednesday 11 January 2017

Contoh Laporan Monev dan Akhir Penugasan SM-3T

SM3T - Salam Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI), selogan tersebut mungkin terasa tidak asing bagi para sarjana muda yang mengabdikan hidupnya selama 1 tahun mengajar di daerah terdepan, terluar dan tertinggal atau disebut juga dengan program SM-3T. Selama 1 tahun di daerah penugasan, para peserta SM-3T ini berkewajiban untuk mengajar di sekolah, tetapi mengajar di daerah 3T bukan merupakan tugas yang gampang. Jika anda pernah melihat film yang settingnya pedesaan terus di tayangkan guru yang menjemput siswa untuk belajar, hal tersebut memang nyata adanya untuk daerah-daerah khusus 3T. Selain mengajar, guru juga harus pandai bersosialisasi dengan masyarakat sekitar terutama para orang tua murid, karena sebagain besar keluarga kurang peduli dengan pendidikan, hanya sebagian saja yang peduli akan pendidikan anaknya. Jika anda sebelumnya membayangkan mengajar di kota begitu luar biasa, maka di daerah 3T akan lebih luarr biasa dahsyatnya ketika anda mengajar, selain kita disuguhkan kelas rangkap, keragaman budaya, dan sosial masyarakat yang sangat berbeda dengan keadaan kita sebelumnya.


Sekitar 6 Bulan setelah penugasan biasanya diadakan MONEV SM3T atau Monitoring Evaluasi. Semua peserta SM3T diminta untuk membuat laporan tugas selama 6 bulan tersebut. Isi dari laporan monev sm3t itu meliputi, kegiatan akademik di sekolah, program kemasyarakatan, dan program pendukung lainnya yang memang di canangkan oleh para peserta yang memungkinkan dibutuhkan masyarakat sekitar. Di sini saya akan share contoh laporan monev dan laporan akhir dari penugasan SM-3T yang pernah saya buat, kebetulan saya adalah alumni dari program SM3T.

Download File :

RPP dan Evaluasi Kelas 1 SD Subtema Perbedaan Antar Keluarga

Selamat datang di waroeng pendidik. Sahabat Pendidik, mungkin sebagian orang kesulitan dalam membuat perencanaan untuk kelas 1 SD apalagi jika memadukan pelajaran lebih dari dua. Untuk itu saya akan share RPP lengkap untuk Kelas 1 SD, mulai dari analisis materi pelajaran, pemetaan SK, KD, Indikator dan Tujuan Pembelajaran. Selain itu, anda juga akan mendapatkan lampiran yang berisi contoh lembar evaluasi yang relevan dengan rencana pembelajaran tersebut. 


Sahabat Pendidik, di sini saya akan sedikit memberikan gambaran isi dari file RPP Lengkap yang saya share. Pada RPP tersebut, saya memadukan 3 mata pelajaran yang terdiri dari PKn, Matematika dan Bahasa Indonesia. Kunci dari keterpaduan antar mata pelajaran tergantung dari strategi kita menyambungkan dari 1 mata pelajaran ke pelajaran lain sehingga tidak terlihat perpindahan pelajaran tesebut. Selain itu, pada lembar evaluasi jangan dipisahkan evaluasi mata pelajaran 1 dengan yang lainnya, sebagai reverensi anda dapat melihat lembar evaluasi yang telah saya buat. 

Contoh Analisis Mata/Materi Pelajaran

Khusus untuk pembelajaran di kelas rendah tepatnya kelas 1 Sekolah dasar, anda harus mengusahakan dalam setiap pembelajaran 1 tema, memiliki lagu yang berkaitan dengan tema tersebut. Saya juga menyelipkan sebuat lagu-laguan hasil kreasi sendiri..hehe. Lagu tersbut mengunakan irama ice breaking dalam pramuka yang kalau di tuliskan seperti ini (telor-telor, ulet-ulet, kepongpong kupu-kupu, kasian deh loee). Untuk lebih jelasnya silahkan download file RPP di bawah ini.



Monday 9 January 2017

RPP Kelas 1 SD Tema Keluarga

Pendidikan memang tidak ada surutnya dari waktu ke waktu berikutnya. Seperti halnya tangga, pendidikan pun terus meningkat seiring dengan pembaharuan zaman. Kali ini kami akan berbagi bahan ajar tepatnya RPP lengkap Kelas 1 SD Tema Keluarga. RPP sangat besar keberadaannya dalam dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran. Tanpa RPP, proses pembelajaran berlangsung kurang efektif karena tidak dipersiapkan sebelumnya.

RPP Tematik yang kami susun ini merupakan paduan dari 3 mata pelajaran yang telah di susun sedemikian rupa. Ketiga mata pelajaran yang dipadukan tersebut yaitu PKn, Bahasa Indonesia, dan SBK. Pada RPP ini anda juga akan mendapatkan lampiran yang berisi lembar evaluasi dan lembar bahan ajar dari tema yang telah dirumuskan.
Untuk lebih detailnya, anda dapat mendownload RPP Kelas 1 SD Tema Keluarga



Baca Juga  Artikel Lainnya Di Sini


Sunday 6 November 2016

Makalah Taksonomi Tujuan Pendidikan

Taksonomi Tujuan Pendidikan

Taksonomi Bloom Merujuk pada Taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (rana, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Tujuan Pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
  1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, serperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
  2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
  3. Psychomotor Domain (Rana Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Kawasan kognitif terdiri atas enam macam kemampuan, yang secara hirarki dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks adalah sebagai berikut:
  1. Pengetahuan, yaitu berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dan sebagainya.
  2. Pemahaman, yaitu kemampuan menangkap makna atau arti sesuatu hal. Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan dan peraturan. Sebagai contoh, orang dilevel ini bisa memahami apa yang diuraikan dalam diagram.
  3. Penerapan/aplikasi, yaitu kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumusan, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk diagram.
  4. Analisis, yaitu kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapa dipahami. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milih penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yang ditimbulkan.
  5. sintesis, yaitu kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan yang berarti. Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, ditingkat ini seorang manager kualitas berkualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
  6. Penilaian, yaitu kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern atau kelompok atau kriteria ekstern atau yang ditetapkan terlebih dahulu. Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, ditingkat ini seorang manager berkualitas harus mampu menilai alternatif solusi yang sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat dan nilai ekonomis.
Baca Juga:




Kawasan afektif mencakup lima macam kemampuan emosional yang disusun secara hirarki dari yang paling tidak mengikat diri pribadinya sampai kepada yang sangat mengikat diri pribadinya, sebagai berikut:
  • Kesadaran, yaitu kemampuan untuk ingin memperlihatkan sesuatu hal.
  • partisipasi, yaitu kemampuan untuk turut serta terlibat dalam sesuatu hal.
  • penghayatan nilai, yaitu kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya. Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkahlaku
  • Pengorganisasian nilai, yaitu kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya. memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik diantaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
  • Karakteristik diri, yaitu kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkahlakunya.


Kawasan psikomotorik belum sempat dikembangkan oleh B. Bloom dkk, dan baru dikembangkan oleh Kibler, Baher, dan Mills (1972), dan simmon (1972). Berikut adalah kawasan psikomotor yang dikembangkan oleh Harraw:

  • Gerakan refleks, yaitu kemampuan tindakan-tindakan yang tak sengaja dalam merespon sesuatu perangsang.
  • Gerakan dasar yaitu kemampuan melakukan pola-pola gerakan yang bersifat pembawaan dan terbentuk dari kombinasi gerakan-gerakan refleks.
  • Kemampuan perseptual, yaitu kemampuan menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat indra menjadi gerakan-gerakan yang tepat.
  • Kemampuan jasmani, yaitu kemampuan dan gerakan-gerakan dasar yang merupakan inti untuk memperkembangkan gerakan-gerakan yang terlatih.
  • Gerakan-gerakan terlatih, yaitu gerakan-gerakan yang canggih dengan tingkat efisiensi tertentu.
  • Komunikasi nondiskursif, yaitu kemampuan melakukan komunikasi dengan melalui isyarat gerakan badan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hasil pendidikan adalah orang yang telah mengalami peningkatan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotornya (Redja Mudyahardjo, 1991).

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.